Siaran Pers PEMANGKU KEPENTINGAN PERFILMAN INDONESIA

Jakarta: hari Selasa (6/10), Para Pemangku Kepentingan (Stakeholders) Perfilman bersepakat meminta DPR-RI periode 2009-2014 dan Presiden RI untuk meninjau kembali UU tentang Perfilman yang telanjur disahkan pada 8 September 2009 tanpa mengindahkan himbauan penundaan yang sudah disampaikan banyak pihak.

Sebanyak 32 Pemangku Kepentingan Perfilman yang terdiri dari para produser, sutradara, aktor, pengusaha bioskop, pengelola festival film telah melakukan pertemuan pembahasan bersama di kantor Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) di Gedung Film, Jakarta dan mencapai keputusan bersama melakukan upaya peninjauan kembali UU Perfilman yang baru disetujui tersebut.

Keprihatinan beragam pihak yang berkepentingan terhadap UU tentang Perfilman tersebut telah dirumuskan dalam surat kepada lembaga legislatif dan pemerintah dan ditandatangani antara lain oleh Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Chand Parwez Servia, Djonny Sjafruddin, Zairin Zain, Ananda Siregar, Mira Lesmana, Riri Riza, Nia Dinata, Lalu Roisamri, Alex Sihar, dan Jimmy Herjanto. (Daftar peserta pertemuan perumusan pernyataan bersama terlampir)

Alasan keberatan yang disampaikan oleh para pemangku kepentingan adalah:

1. Bahwa proses pembahasan yang telah dilakukan DPR-RI periode 2004 – 2009 bersama Pemerintah ternyata kurang partisipatif sehingga sebagian besar Pemangku Kepentingan Perfilman telah menghimbau penundaan pengesahan atas undang-undang tersebut. Namun demikian himbauan tersebut diabaikan.

2. Bahwa tanpa mengurangi maksud baik dari penyusunan Undang-Undang tentang Perfilman tersebut, ternyata ada materi muatan yang bertentangan dengan semangat perlindungan dan pemberdayaan perfilman sebagai bagian dari agenda kebudayaan, antara lain :

  • a. Tidak adanya jaminan perlindungan terhadap kebebasan kreatif;
  • b. Tidak dengan tegas mengatur kewajiban negara dalam kerangka pendidikan dan apresiasi film sebagai bagian dari agenda kultural;
  • c. Ada kecenderungan bahwa materi muatan tersebut juga mengklaim Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 bahwa Pemerintah memperlakukan bidang perfilman sebagai cabang produksi yang dikuasai oleh negara.

3. Bahwa materi muatan undang-undang ini membahayakan dan mengancam hak konstitusional para pekerja dan penonton film sebagai warga negara sebagaimana telah dijamin oleh UUD 1945 yakni Pasal 28, Pasal 28 huruf C, Pasal 28 huruf F, dan Pasal 32 ayat (1).

4. Bahwa materi muatan dalam undang-undang tersebut memiliki tingkat ancaman terhadap Hak Asasi Manusia yang sama tingginya dengan yang termuat dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara yang oleh Pemerintah dan DPR RI periode 2004-2009 telah disepakati untuk ditunda pembahasan dan pengesahannya.

Mengingat ketentuan Pasal 20 ayat (5) amandemen UUD 1945, UU tentang Perfilman yang telah disetujui oleh DPR bersama pemerintah pada tanggal 8 September 2009, maka secara otomatis sah menjadi undang-undang dan wajib berlaku 30 hari sejak pengesahan yakni diperkirakan pada hari Kamis, 8 Oktober 2009.

Berkaitan dengan keprihatinan ini para Pemangku Kepentingan Perfilman menghimbau penundaan penerapan dan menawarkan partisipasi aktif dalam peninjauan kembali ini agar negara dapat menjalankan kewajibannya melindungi hak konstitusional para pekerja dan penonton film di Indonesia.

Surat permintaan para Pemangku Kepentingan Perfilman Indonesia kepada Presiden telah disampaikan pada 7 Oktober 2009. Pada hari yang sama, surat kepada pimpinan DPR RI juga disampaikan melalui Sekretariat Jenderal DPR-RI.

Jakarta, 8 Oktober 2009

Para Pemangku Kepentingan Perfilman Indonesia

Contact Person: Lisabona Rahman (lisabonarahman@gmail.com)

Lalu Roisamri (lalu.roisamri@gmail.com)

——————-

Daftar nama penandatangan surat permintaan (disusun menurut urutan abjad):

1. Alex Kumara – Profesional televisi

2. Alex Sihar-  Pengelola festival film

3. Ananda Siregar – Pengelola bioskop

4. Anitio – Pengelola bioskop

5. Bustal Nawawi – Produser film

6. Chand Parwez Servia – Produser film

7. Deddy Mizwar – Aktor/sutradara film

8. Djonny Sjafruddin – Pengelola bioskop

9. Firman Triyadi – Penulis skenario

10. Gope T. Samtani – Produser film

11. Hartono – Dosen studi film

12. Ida Mediana – Pekerja film iklan

13. Ika Manoppo – Pekerja film iklan

14. Jan Romales – Pekerja film

15. JB Kristanto – Kritikus film

16. Jimmy Herjanto – Pengelola bioskop

17. Lalu Roisamri – Penyelenggara Festival

18. Lisabona Rahman – Kritikus film/pengelola bioskop terprogram

19. M. Abduh Azis – Produser film dokumenter

20. Mira Lesmana – Produser film

21. Nia Dinata – Sutradara/produser film

22. Peni Cameron – Pekerja film iklan

23. Pudjiasmanto – Pengelola bioskop keliling

24. Rina Syafrina – Pekerja film iklan

25. Riri Riza – Sutradara/penulis skenario film

26. Salman Aristo – Penulis skenario film

27. Santojo – Pengelola bioskop keliling

28. Slamet Rahardjo – Aktor/sutradara film

29. Ucu Agustin – Sutradara film

30. Wihadi Wiyanto – Pengusaha rekaman video

31. Wirjo Wibowo – Produser film

32. Zairin Zain – Produser film

Dampak Pengesahan UU Perfilman

(terbit 9 September 2009)

dari Suara Pembaruan

SP/Charles Ulag

Sejumlah sutradara, artis, dan pelaku industri perfilman yang tergabung dalam Masyarakat Film Indonesia, di antaranya Riri Reza (kiri), Nia Dinata (kedua dari kiri), Rima Melati (tengah), Jajang C Noor (kedua dari kanan), dan Slamet Rahardjo melakukan aksi damai di depan pintu Gedung Nusantara II DPR untuk menolak RUU Perfilman yang sedang dibahas dalam sidang paripurna di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

[JAKARTA] Pengesahan UU Perfilman yang baru oleh pemerintah dan DPR semakin menguatkan protes di kalangan sineas, insan perfilman, dan pelaku industri film. Sejumlah pihak mengancam akan melakukan upaya yang semakin keras untuk menolak adanya undang-undang itu. Read the rest of this entry »

(terbit 21 September 2009)

dari situs MBM Tempo

Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Perfilman. Sineas menilai pengesahan ini terburu-buru.

BELASAN sineas menuruni tangga balkon ruang sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka beriringan keluar dari gedung Nusantara II dengan wajah kesal. Di antaranya Nia Di Nata, Riri Riza, Mira Lesmana, dan Slamet Rahardjo. Dewan dan pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Perfilman pada 8 September lalu, dan menyatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 dicabut.

Sembilan fraksi mendukung pengesahan itu. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang abstain. PDI Perjuangan menilai masih banyak pasal yang rumusannya kurang ideal. ”Masih banyak ide dan gagasan cerdas yang belum terakomodasi,” kata juru bicara PDI Perjuangan, Deddy Sutomo, ketika membacakan pandangan di ruang paripurna. Tepuk tangan dan sahut-sahutan pun riuh terdengar dari balkon sebelah kiri. Read the rest of this entry »

Interview dengan Riri Riza, Slamet Rahardjo, Jero Wacik, Yenny Rachman dan Anwar Arifin mengenai disahkannya Undang-undang Film yang baru, pada tanggal 9 September 2009.

Download file audio-nya di sini:

Download high quality audio file (13MB)

Download low quality audio file (4MB)

File courtesy of: @thomasarie

masyarakatfilmindonesia.wordpress.com membuka diri jika ada teman-teman yang memiliki arsip liputan dalam bentuk website, gambar, video atau audio, dan bersedia menyumbangkannya.

By Dalih Sembiring

published: September 8, 2009

Like scenes spliced together in a movie, while lawmakers were preparing on Monday afternoon to push the controversial film bill through the House of Representatives, a coalition of activists were firing off e-mails and making phone calls to help organize a protest rally.

The Koalisi Masyarakat Perfilman (Coalition of Film People) sprang up in opposition to the bill, which was endorsed by a House of Representatives plenary session on Tuesday, and comprises people at the creative center of the film world.

“The old law is actually more reform-minded compared to this bill,” said Chand Parwez Servia, a coalition member and film producer, referring to the 1982 Law on Film.

“The bill has the potential to make us film people feel like filmmaking is nothing to be proud of. Worse still, it makes us feel like we have to ready ourselves for jail,” Chand said. Read the rest of this entry »

Ini adalah situs resmi sementara Masyarakat Film Indonesia. Segala macam informasi mengenai MFI dapat diakses melalui situs ini seperti; tentang MFI, Pernyataan Sikap MFI, UU Perfilman Indonesia, serta informasi-informasi aktual seputar gerakan MFI. Semoga situs ini bisa memberi informasi kepada publik untuk mengetahui lebih jauh serta terlibat aktif dalam gerakan perubahan perfilman Indonesia.
May 2024
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031